JALAN PANJANG NAN BERLIKU MENUJU ASN PPPK GURU

 

JALAN PANJANG NAN BERLIKU MENUJU ASN PPPK GURU

 



Namaku Oktavia Hadianingsih, anak kedua, satu-satunya perempuan dari 4 bersaudara. Menurut cerita bapakku, nama itu pemberian almarhum kakek dari pihak ibu, beliau seorang pensiunan guru SD. Orang memanggilku dengan nama panggilan yang berbeda-beda Epi, Evi, Via atau Okta, sesuai dengan lingkungan di mana aku berada. Dari cara orang memanggilku, aku bisa tahu di mana orang itu mengenalku.

Menjadi guru bukanlah cita-citaku sedari kecil. Seperti layaknya anak-anak pada umumnya, dulu kalau ditanya cita-citanya mau jadi apa, aku selalu menjawab mau jadi dokter.  Namun anehnya, kata ibuku, selain main dokter-dokteran, aku juga sering main guru-guruan atau sekolah-sekolahan. Saat itu justru aku yang menjadi menjadi guru bagi teman-teman sebaya yang umurnya rata-rata lebih tua dariku. Semua yang kupelajari di sekolah kuajarkan kembali kepada teman-temanku di rumah. Itu sebabnya ayahku yang memiliki keterampilan membuat furnitur sederhana, membuatkan kursi dan meja kecil untuk mendukung hobiku main guru-guruan atau sekolah-sekolahan.

Waktu terus berjalan, cita-cita menjadi dokter semakin meningkat yang diiringi dengan prestasi akademik tentunya. Aku merasa bersyukur memiliki orang tua yang sangat demokratis khususnya di bidang pendidikan. Melihat potensiku, meraka mendukung cita-citaku menjadi dokter asal kuliahnya di universitas negeri. Bukan apa-apa, biaya kuliah kedokteran termasuk yang paling mahal, di universitas negeri sekali pun. Sebagai PNS biasa, bapakku cukup realistis, itu sebabnya terus memotivasi dan menjaga semangat belajarku supaya bisa diterima kuliah di fakultas kedokteran universitas negeri mana pun di Indonesia, luar Jawa kalau perlu.  Saking protektifnya sampai-sampai teman laki-laki yang mau main ke rumah walau sekedar akan meminjam atau mengembalikan buku dibuatnya mundur alon-alon. Bapakku galak, begitu candaan yang sering terlontar dari mulut mereka.

Di semester akhir kelas 3 SMA, aku mulai disibukkan dengan belajar persiapan seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan konseling dengan guru BK untuk mengatur strategi pemilihan universitas negeri pada jalur seleksi Pemilihan Bibit Uggul Daerah (PBUD) yang kalau sekarang disebut Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Namun apalah daya manusia, kita boleh berencana  tapi Allah juga yang menentukan. Gagal di jalur PBUD, tidak membuatku patah arang, aku tetap semangat mengatur strategi dengan banyak berkonsultasi dengan mentor-mentor di lembaga bimbingan belajar yang aku ikuti.  Sempat kecewa juga dengan pengumuman hasil Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) yang kalau sekarang disebut Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) karena hanya diterima di pilihan kedua yaitu Jurusan Teknologi Hasil Hutan (THH), Fakultas Kehutanan (FKT) UGM Yogyakarta. Masih mending diterima di pilihan kedua daripada di pilihan ketiga atau malah tidak diterima sama sekali, toh tahun depan bisa mencoba lagi, begitu aku menghibur diriku sendiri. Seperti kata teman-temanku yang penting UGM, keren. Di saat yang sama, demi membahagiakan ibuku, yang ingin anak perempuan satu-satunya bisa kuliah dan cepat kerja, akupun diterima di Akademi Perawat Negeri di Yogyakarta juga. Kalau nggak jadi dokter ya jadi perawat, sama-sama di bidang kesehatan, malah lebih cepat waktu kuliahnya dan bisa cepat kerja, begitu kata ibuku. Aku pun dilanda dilema, dihadapkan pada dua pilihan untuk menentukan masa depan. Akhirnya pilihan jatuh pada Jurusan THH FKT UGM. Aku ingin jadi sarjana, aku cinta alam dan lingkungan yang hijau.

Singkat cerita, kuliahku lancar, aku menjadi mahasiswi yang cukup aktif di berbagai kegiatan baik intra maupun ekstra kampus, dan jodohku pun datang lebih cepat. Aku mendadak menikah pada hari Selasa, 21 Maret 2000 dikarenakan suami mendapat tugas penempatan pertama sebagai PNS di Kanwil Kehutanan (sekarang Dishutbun Prov. Kalteng) di Kota Palangka Raya.  Pada awal Januari 2002 aku menyusul suamiku setelah jatuh bangun berusaha untuk lulus kuliah tepat waktu sesuai janjiku pada bapak, waktu meminta izin menikah dulu. Sejak itu aku pun mulai tenggelam dalam kesibukan sebagai istri dan ibu 2 orang anak. Di tengah kesibukan itu, aku masih menyempatkan diri beberapa kali mengikuti tes CPNS dengan ijazah S1 kehutanan baik di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup maupun CPNSD Prov. Kalteng demi menyenangkan hati kedua orang tuaku. Entah belum rezeki atau memang karena kurang persiapan hasilnya selalu gagal.

Tak terasa waktu  begitu cepat berlalu, kedua anakku pun mulai mandiri, terlebih ketika mereka mulai sekolah sehingga aku memiliki waktu luang yang cukup untuk berkegiatan lain selain urusan rumah tangga. Terinspirasi dari tetangga yang mengikuti kuliah Akta Mengajar IV supaya bisa menjadi guru (mengajar), maka pada tahun 2008 aku pun mengambil kuliah Akta Mengajar IV di Universitas Muhammadiyah Palangka Raya.

Berbekal Akta Mengajar IV yang seharusnya digunakan untuk mengajar di jenjang SMP atau SMA/SMK, pada bulan Oktober 2008, aku malah mendapat tawaran mengajar di SLB Negeri 2 Palangka Raya, yang letak sekolahnya kurang lebih 15 km  dari rumahku. Tanpa pikir panjang tawaran itu pun kuterima. Mengajar anak berkebutuhan khusus adalah sebuah tantangan yang menarik, terlebih aku tidak miliki latar belakang Pendidikan Luar Biasa (PLB), jadi kenapa tidak dicoba saja, pikirku pada waktu itu. Betul saja, tahun pertama adalah tahun penuh perjuangan, aku harus beradaptasi mengajar murid-murid berkebutuhan khusus, terutama murid tuna rungu. Belajar bahasa isyarat dengan buku panduan (semacam kamus) Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) yang setebal bantal pun kulakukan dengan penuh semangat. Menjadi guru di SLB meski hanya kurang lebih 3 tahun merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Di sanalah aku belajar tentang rasa syukur yang sesungguhnya. Di SLB pula aku diberikan kesempatan untuk membina murid tuna grahita untuk bisa berprestasi pada cabang olahraga bocce di ajang Pekan Olahraga Nasional (PORNAS) VI Special Olympics Indonesia (SOIna) 2010, yang diselenggarakan di Ragunan, Jakarta. Tidak berhenti sampai di situ, salah satu atlet bocce asuhanku atas nama Rico berhasil meraih medali emas pada cabor bocce di ajang Special Olympics World Summer Games (SOWSG) 2011 di Athena, Yunani.

Karena sesuatu dan lain hal, aku memutuskan untuk mencari pengalaman baru dengan menjadi guru di SDIT Al Furqan Palangka Raya, sekolah swasta yang jaraknya hanya 10 menit jika ditempuh dengan motor dari rumahku. Di bawah pimpinan kepala sekolah Ibu Dr. Tutut Sholihah, M.Pd., yang juga merupakan dosen senior di Program Pascasarjana IAIN Palangka Raya, aku merasa seperti mengajar sambil belajar atau kuliah manajemen pendidikan gratis. Di sinilah kawah candradimuka bagiku yang haus ilmu, ingin terus belajar dan belajar. Berkat prestasi, dedikasi dan loyalitasku maka sejak tahun 2017-202, aku dipercaya menjadi wakasek bidang kurikulum di sekolah tersebut. Terbentur pada aturan linieritas ijazah S1 (sarjana kehutanan/S.Hut) pada tahun 2017 aku terpaksa mengikuti pre-test PPG dengan Mapel Teknik Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan SMK Kehutanan. Kalau boleh milih tentu aku akan memilih sesuai dengan jenjang sekolah di mana aku mengajar saat itu (SD), disamping karena faktanya memang saat itu aku adalah guru SD, kelas 1 pula, aku juga sudah lama tidak bersinggungan dengan hal-hal berbau kehutanan lagi. Bermodalkan jaringan pertemanan dan tentu saja jaringan internet, kukumpulkan modul mapel-mapel bidang keahlian khusus kehutanan yang dipelajari murid SMK Kehutanan, kupelajari semuanya di sela-sela aktivitas rutinku. Alhamdulillah, hasil tidak menghianati usaha, langsung lulus. Di sisi lain, seringnya dipercaya mewakili sekolah untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di luar sekolah baik sebagai guru kelas 1 maupun sebagai wakasek bidang kurikulum, semakin menambah wawasan dan pengalamanku di bidang pendidikan. Akupun merasa semakin mantap menjadi guru. Di sini pulalah kukubur harapan kedua orang tuaku yang menginginkan putri satu-satunya yang dibanggakan ini menjadi seorang abdi negara atau PNS. Bukan apa-apa, itu semata-mata dikarenakan adanya batasan umur bagi seseorang untuk bisa mendaftar tes seleksi CPNS yaitu 35 tahun.

Tahun 2021 adalah tahun penuh berkah bagiku. Atas inisiatif sendiri aku mendaftar Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) di mana rangkaian seleksinya semua melalui SIM PKB. Rangkaian seleksi yang panjang dan lama pun kulalui dengan penuh semangat. Menjelang akhir seleksi PPGP, melalui SIM PKB pula datanglah undangan untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). Dilema pun melanda, hingga sempat terpikir olehku untuk mengundurkan diri dari PPGP mengingat aku sudah menunggu 4 tahun lamanya sejak lulus pre-test PPG pada tahun 2017. Namun tim seleksi wawancara PPGP berhasil meyakinkanku untuk terus maju mengikuti PPGP. Mereka berhasil meyakinkan bahwa aku bisa sukses PPGP dan PPG sekaligus asal pandai mengatur waktu.

Tidak lama setelah itu, kesibukan bertambah dengan rangkaian seleksi ASN PPPK Guru. Tidak adanya batasan umur bagi peserta seleksi ASN PPPK Guru membuatku bergairah Kembali membangkitkan semangat mewujudkan impian kedua orang tuaku yang telah terkubur lama. Mulai dari membuat akun di Portal Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (SSCASN) milik Badan Kepegawaian Negara (BKN), menyiapkan berkas yang akan diunggah, mengunggah berkas, memilih formasi dan mengikuti tes/seleksinya, semua kulakukan di sela-sela kegiatan PPGP dan PPG. Kesibukan makin bertambah dengan adanya kegiatan persiapan reakreditasi sekolah yang dilaksanakan pada bulan September 2021, sungguh sangat menyita waktu dan tenagaku. Namun semangat yang membara dan dukungan keluarga serta rekan sejawat yang sangat baik membuatku sukses melewati semuanya.

Hari yang dinanti pun tiba, pengumuman kelulusan seleksi ASN PPPK Guru yang sempat tertunda beberapa kali akhirnya diumumkan pada hari Selasa, 21 Desember 2021. Aku tak sanggup untuk melihatnya sendiri, takut kecewa karena terlalu berharap, karena itu kuminta suami tercinta untuk melihat pengumuman tersebut. Sujud syukur kulakukan mengikuti suami, pertanda aku lulus dan menempati formasi sebagai Ahli Pertama Guru Prakarya SMP Negeri Satu Atap 3 Palangka Raya. Alhamdulillah... segala puji bagi Allah 🤲. Di sela-sela masa sanggah sejak pengumuman kelulusan seleksi ASN PPPK Guru, aku pun dinyatakan lulus Uji Kompetensi Mahasiswa PPG (UKMPPG) Angkatan 4 Periode 6 tahun 2021, dan sekolah pun berhasil mempertahankan Akreditasi A Unggul. Masya Allah…Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (QS Ar Rahman,ayat 13).

Begitulah kisahku, jalan panjang nan berliku yang harus kutempuh menuju ASN PPPK Guru. Sungguh rezeki itu datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Aku yang sudah tidak muda lagi, tetap semangat menggapai asa. Aku yang sudah lama mengubur harapan menjadi PNS, tetap diberi kesempatan mewujudkan harapan orang tua menjadi abdi negara sebagai ASN PPPK Guru di usia yang sudah tidak muda lagi. Tulisan ini aku persembahkan untuk bapak dan ibuku (almh).

 

                 


        Oktavia Hadianingsih, S.Hut., Gr.  Lahir di Pemalang,  01 Oktober 1977.Guru Mata Pelajaran Prakarya di SMPN Satu Atap 3 Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Anggota IGI dan PGRI Kota Palangka Raya. Lulus S-1 Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta Tahun 2001. Alamat email: hadianingsihoktavia@gmail.com

Komentar

  1. Semoga terus mengispirasi ibuuu... 😊😊😊😊 sama seperti saya bu, diwaktu berbarengan ikut seleksi P3K, CGP, dan Pretest PPG. Semoga smua di mudahkan Allah. Aamiin

    BalasHapus
  2. Perjuangan yang sangat panjang dan melelahkan tapi diakhir yang membawa manis kehidupan Bu

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah akhirnya bisa mencapai impian.. saya ucapkan terimakasih sdh menjadi guru anak saya di SD IT Al-furqan Palangka Raya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah 🤲 terima kasih kembali Bunda Keysha, mohon maaf bila banyak kurangnya saat membimbing ananda Keysha🙏

      Hapus
  4. Salam kenal bu Okta, kita sama-sama tinggal di Palangka Raya ternyata.
    Kisah perjuangan yg ibu ceritakan sangat menarik sserta diceritakan menglir seperti air, membuat yang membaca tidak mau berhenti sebelum penutup.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal Bu Rusda🙏Alhamdulillah 🤲 terima kasih, masih belajar🙏

      Hapus
  5. Perjuangan memang tidak mwnghianati hasil.... Selamat buj

    BalasHapus
  6. Semoga sukses selalu bu, tetap semangat berkarya melalui tulisan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

IDE MENULIS BAGI GURU

RAHASIA MUDAH MENULIS DAN MENERBITKAN BUKU UNTUK BERPRESTASI