MENULIS ITU MUDAH

 

Resume ke-9

Hari/tanggal    : Senin, 06 Juni 2022

Tema               : Menulis itu Mudah

Narasumber    : Prof. Dr. Ngainun Naim

Moderator       : Dail Ma’ruf

Gelombang     : 25



Bismillah…

Pertemuan ke-9 Pelatihan Belajar Menulis (PBM) PGRI Gelombang 25 & 26 kali ini dibuka oleh Pak Dail sebagai moderator dengan ucapan terima kasih beliau kepada Om Jay yang telah memberikan kesempatan bisa menjadi penulis dan menghasilkan banyak buku. Tak lupa mewakili Om Jay, Pak Dail juga menyampaikan  informasi sekaligus undangan untuk menyaksikan sidang disertasi terbuka Om Jay dan tautan Zoom Meetingnya : https://us06web.zoom.us/j/82600706814?pwd=RzROdHpSNHVISGE0ZTY4OHNDTExKdz09 Meeting ID: 826 0070 6814 Passcode: PASCAUNJ

Selanjutnya moderator membagikan CV Prof.Dr. Ngainun Naim, narasumber yang akan memaparkan materi Menulis Itu Mudah. Seperti biasa, membaca CV atau profil narasumber yang panjang, kali ini sampai 5 halaman, membuat saya berdecak kagum. Wow…keren!

Menulis itu mudah?

Bisa iya atau tidak, tergantung prasyaratnya. Jika prasyarat terpenuhi menulis menjadi mudah, namun sebaliknya jika prasyarat tidak terpenuhi, maka menulis itu menjadi tidak mudah.

Menurut Prof. Ngainun, ada 5 prasyarat agar menulis itu mudah. Pertama, bisa membaca. Membaca itu syarat menulis, mustahil bisa konsisten menulis tanpa membaca. Menurut beliau, membaca sebagai kemampuan, bisa dipastikan semua bisa, tetapi membaca sebagai kebiasaan itu yang harus dibiasakan.  Menurut pengalaman beliau, untuk melatih atau membiasakan membaca, membaca tidak perlu lama tetapi berulangkali. Sekali membaca cukup 10-15 menit, kemudian renungkan. Jika menemukan hal-hal yang dianggap penting, maka perlu dicatat walaupun hanya satu kalimat. Membuat catatan penting menurut versi kita, bukan memindahkan isi buku ya.

Sebagai contoh kita membaca buku Pembelajaran di Era Pandemi. Misalnya kesimpulannya pembelajaran online memunculkan tradisi baru dalam pendidikan Indonesia. Nah, catatan penting tersebut jika sudah terkumpul bisa menjadi modal untuk membuat resensi. Narasumber pun memberikan contoh file buku karya beliau berjudul Teraju. Buku setebal 155 halaman tersebut merupakan kumpulan resensi buku.

Kedua, praktik menulis. Menulis itu dunia praktik. Artinya, jika kita ingin menjadi penulis, ya harus menulis. Mengikuti komunitas menulis itu bukan tujuan tetapi sebagai sarana agar bisa menulis. Setelah melakukan kegiatan, biasakan untuk segera menulis supaya tidak kehilangan momentum. Sifat segera ini akan mengikat pengetahuan dan pengalaman. Narasumber pun membagikan pengalaman menulis catatan perjalanan beliau ke Bukittinggi di atas pesawat pada tautan https://www.spirit-literasi.id/2022/04/jejak-dari-bukittinggi-dari-ngarai.html

Tulisan tersebut awalnya dibuat dalam bentuk tulisan tangan. Beliau membuatnya di ruang tunggu Bandara Internasional Minangkabau, lalu saat transit di Jakarta, dan selesai di pesawat menuju Surabaya.

Ketiga, tahu apa yang ditulis. Oleh karena itu, menulis aktivitas sehari-hari, perjalanan, dan pengalaman itu mudah karena kita mengalami sendiri. Prof. Ngainun memberikan contoh menulis pengalaman beliau naik Grab dengan sopir Nasrani pada tautan https://www.spirit-literasi.id/2021/12/nasrani-ingin-masuk-banser.html

Keempat, menikmati proses menulis. Apapun yang dinikmati akan menjadi mudah, begitupun sebaliknya. Pengalaman beliau naik Grab dengan sopir Nasrani ditulis di warung kopi sambal ngemil (makan makanan kecil/ringan).

Kelima, menulis tidak harus sekali jadi, bisa dicicil. Hal ini terkait dengan prasyarat sebelumnya yaitu menikmati proses menulis.Sebagai contoh, catatan perjalanan ke Bukittinggi beliau tulis dalam beberapa kali kesempatan (5-7 kali duduk).

Pada sesi tanya jawab terdapat satu lusin pertanyaan yang pada umumnya menanyakan tentang tips supaya tidak kehilangan mood atau momentum terutama saat mencicil tulisan dan bagaimana menumbuhkan budaya menulis. Menurut narasumber, menulislah apa yang ingin ditulis, tidak perlu memikirkan apakah tulisan itu bisa saling menyambung atau tidak karena masih ada satu tahap setelah menulis yaitu penyuntingan (editing). Tulisan yang sudah selesai, kita baca dan cermati. Awalnya mungkin belum nyambung tapi nantinya akan tersambung. Hanya butuh proses dan kebiasaan saja. Ala bisa karena terbiasa, begitu kira-kira.

Pertemuan ditutup dengan closing statement dari narasumber Prof. Dr. Ngainun: Menulis Itu Mudah. Kuncinya kita yang membuatnya mudah. Mari menulis. Jangan hanya berpikir tentang menulis tetapi mari praktik menulis.

Semangat!

 Alhamdulillah….

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadikan Menulis Sebagai Passion

IDE MENULIS BAGI GURU

MENULIS BUKU DARI KARYA ILMIAH