MENGUAK DAPUR PENERBIT MAYOR

 

Resume ke-20

Tema               : Menguak Dapur Penerbit Mayor

Hari/Tanggal  : Jumat, 1 Juli 2022

Narasumber    : Sedi S. Mulyanta

Moderator       : Rosminiyati

Gelombang     : 25


Bismillah….

Malam ini Ibu Rosminiyati kembali membersamai para peserta PBM PGRI Gelombang 25-26 sebagai moderator dalam pertemuan materi ke-20.

Sebagai salah satu syarat kelulusan dari PBM PGRI ini adalah menerbitkan buku solo dengan minimal pengumpulan resume sebanyak 20 kali pertemuan, maka kegiatan malam ini adalah menggenapkan jumlah pertemuan tersebut bagi peserta pelatihan yang menulis resume secara runtut.

Sekalipun kewajiban menulis resume hanya 20, namun materi pertemuan ke-21 s.d. 30 tidak kalah penting dan menarik untuk dipelajari sekaligus diramu dalam resume yang dapat digunakan untuk melengkapi buku yang akan diterbitkan jika buku solo bersumber dari hasil resume.

Sebagai penulis, tentunya kita ingin sekali jika buku kita bisa diterbitkan oleh penerbit mayor dengan berbagai keunggulannya. Untuk itu, tentu saja kita harus mengetahui seluk beluk atau kriteria agar buku kita bisa diterbitkan di penerbit mayor tersebut.

Pada pertemuan ke-20 malam ini, narasumber adalah Bapak Edi S. Mulyanta, S.Si., M.T. yang akrab disapa Pak Edi akan membahas materi dengan topik Menguak Dapur Penerbit Mayor.

Untuk mengenal lebih jauh sosok narasumber malam ini, profil beliau dapat dibaca  melalui tautan https://www.pbuandi.com/2021/11/edi-s-mulyanta.html?view=flipcard .

Pak Edi sudah hampir 20 tahun mengelola penerbitan buku, awalnya beliau adalah penulis buku mandiri yang hidupnya full dari menulis buku. Kemudian beliau dipercaya untuk mengelola penerbitan buku di Yogyakarta. Dua tahun pandemi sungguh merupakan masa terberat selama karier beliau mengelola penerbitan buku.

Tahun 2019 merupakan tahun yang paling berat dalam dunia penerbitan buku, karena perubahan teknologi betul-betul seperti bayang-bayang kelam yang dapat melahap dunia penerbitan buku di Indonesia bahkan di dunia. Hal tersebut diperparah dengan pandemi Covid-19 yang menambah luluh lantaknya industri penerbitan di Indonesia.

Beruntungnya sebelum pandemi, pemerintah telah mengeluarkan undang-undang perbukuan yang mencoba format baru digital untuk dapat dikembangkan di dunia perbukuan Indonesia.

Dunia penerbitan yang saat ini di bawah naungan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), menjadi was-was dan memandang cukup berat tantangan ke depan dunia cetak dan produksi buku. Undang-undang No. 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, telah memberikan isyarat yang tegas akan hadirnya format media digital yang telah diberikan keleluasaan untuk secara bertahap menggantikan dunia cetak. Dipertegas lagi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2022, telah memberikan petunjuk secara tegas untuk memberikan arah ke dunia digital di penerbitan.

Sebagai (calon) penulis harus memahami hal ini, karena atmosfir dunia penerbitan perlahan-lahan akan berubah, karena posisi penulis menjadi semakin strategis dalam industri penerbitan.

Hal tersebut membuat dunia penerbitan bergegas untuk mengubah haluan visi misi mereka ke arah yang lebih up to date, menyongsong perkembangan teknologi yang lebih cepat dibandingkan perkembangan dunia bisnis penerbitan secara umum. Beberapa penerbit yang tidak dapat mengikuti perkembangan jaman, akhirnya mencoba mengurangi intensitas terbitan bukunya, akhirnya berimbas pula kepada jumlah produksi buku mereka, dan memukul pula pendapatan atau omzet buku mereka. Penerbit buku di bawah IKAPI adalah penerbit yang mementingkan uang untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya. Secara otomatis cash flow akan terganggu, sehingga banyak penerbit akhirnya berpindah haluan ke usaha yang lain.

Tahun 2020-2022 merupakan masa paceklik bagi industri penerbitan, akan tetapi berbeda dengan dunia penulisan yang justru marak-maraknya. Hal ini mungkin karena aktifitas kita dibatasi, sehingga banyak yang memberikan kesempatan untuk bekerja dari rumah (WFH).

Menurut Pak Edi, penerbitnya tidak kekurangan naskah selama pandemi, dengan angka naskah masuk yang masih stabil. Akan tetapi angka penjualan yang turun hingga 90%, di mana toko buku sebagai outlet utama banyak yang tutup. Sekolah dan kampus sebagai sumber pendapatan penerbitnya juga melakukan proses belajar mengajar secara daring. Produksi buku reguler sempat terhenti, sehingga banyak penulis yang mempertanyakan masa depan penerbitan di Indonesia secara umum.

Tidak semua tema buku, ternyata bisa digantikan oleh digital, hal inilah yang memberikan harapan baru penerbit untuk masih tetap mempertahankan lini bisnis bukunya. Titik balik (rebound) pasar buku yang lesu tampaknya sudah mulai terasa mulai awal tahun 2022 ini, sehingga beberapa penerbit yang terlanjur mengurangi produksi bukunya bisa tertinggal oleh penerbit yang masih konsisten memertahankan produksi bukunya.

Data-data pemasaran tidak pernah bohong, bahwa beberapa buku dengan tema yang khas ternyata masih sangat baik di pasar. Nah para penerbit saat ini sedang gencar untuk tetap mempertahankan lini bisnis, yang memang telah teruji oleh perubahan jaman. Hal ini memang membutuhkan dana yang luar biasa besar untuk mencoba menggali lebih dalam pasar-pasar buku yang tidak tergoyahkan dengan perkembangan teknologi yang begitu gencar. Di dalam dunia Start-up dikenal dengan strategi bakar uang. Nah, di penerbit-penerbit masih mencoba untuk melakukan beberapa penelitian tema yang masih tetap baik di pasar. Tema yang menjadi primadona ke depan adalah berkaitan dengan kurikulum baru Merdeka Belajar. Peluang untuk terbit cukup menarik dengan tema kurikulum yang baru.

Penerbit-penerbit mayor mempunyai idealisme masing-masing, sehingga perlu diperhitungkan jika mengusulkan usulan buku ke penerbit-penerbit tersebut.

Toko buku saat ini sudah mulai kembali menggeliat, peluang terbit di lini toko buku memang cukup berbeda dengan lini sekolah maupun kampus. Tema buku yang menjadi andalan toko buku saat ini adalah tema buku non teks, seperti buku anak, buku motivasi dan agama, fiksi, hingga buku memasak yang masih bertengger di peringkat 10 besar data buku terlaris di setiap toko buku di Indonesia.

Yang menjadi permasalahan klise di dunia penerbitan adalah masalah modal beserta pembiayaan produksi buku yang cukup besar nilainya dalam sebuah proyek penerbitan satu judul buku. Konsep dasar pembiayaan dalam penerbitan buku, adalah penerbitnya yang membiayai. Nah, karena banyak tulisan yang tidak sesuai dengan misi dan visi penerbit akhirnya tidak dapat terbit. Dikarenakan banyaknya buku yang ditolak penerbit, akhirnya penerbit memberikan skema lain dalam penerbitannya. Misalnya, dibiayai oleh penulisnya sendiri, baik melalui skema dana pribadi, CSR perusahaan, Dana Penelitian Daerah, dana sekolah dll.

Skema penerbitan indie, sempat marak saat pandemi, dengan pembiayaan dari penulis akhirnya sebuah naskah dapat diterbitkan. Maraknya penerbitan indie ini ternyata memicu permasalahan lain yang belum pernah terjadi selama beliau berkarier di dunia penerbitan yaitu menjadi langkanya nomor International Standard Book Number (ISBN) di perpustakaan nasional.

Geger ISBN pun menjadikan permasalah literasi di Indonesia menjadi sorotan dunia. Begitu besar semangat untuk menulis di Indonesia menjadikan nomor ISBN pun tidak kuasa menerima energinya.

Apakah benar begitu? Ternyata ada anomali yang tidak wajar terjadi di dunia perbukuan di Indonesia. Wadah ISBN yang biasanya tersedia dengan mudah untuk mendapatkannya, saat ini menjadi nomor mewah yang cukup sulit untuk mendapatkannya. Mengapa bisa demikian, hal ini karena dipicunya keinginan menulis buku hanya untuk mengejar angka kredit semata, tidak memikirkan apakah tulisan tersebut disebarluaskan ke masyarakat seperti amanat Undang-Undang Perbukuan Tahun 2017.

Manfaat ISBN antara lain: 1) identitas sebuah buku; 2) sarana promosi; 3) alat untuk memperlancar arus distribusi; 4) sarana temu kembali informasi; dan 5) meningkatkan point angka kredit untuk kenaikan pangkat golongan guru dan dosen, sekaligus menjadi salah satu alat ukur untuk penilaian akreditasi sekolah/perguruan tinggi. Pemicu kelangkaan ISBN adalah nomor 5 tersebut, pada dasarnya bukan karena kesalahan ekosistem penerbitan.

Saat ini konsep penerbitan buku oleh pemerintah dicoba untuk kembali sesuai dengan Undang-Undang Perbukuan Tahun 2017, di mana terbitan buku harus tersebar luas di masyarakat. Perpustakaan Nasional akhirnya memberikan kebijakan baru untuk membuat sub nomor untuk menghemat ISBN yang telah dijatah oleh ISBN Internasional.

Berikut ini adalah struktur utama ISBN, pada publication element menunjukkan jumlah produksi buku yang telah diterbitkan untuk mengetahui jumlah rata-rata produksi buku sebuah penerbit.


Semoga dengan kebijakan ini, semangat menulis peserta PBM PGRI ini masih tetap terjaga. Buku adalah sumber ilmu, yang memang harus disebarluaskan ke masyarakat untuk meningkatkan literasi di segala bidang.

Buku yang ditulis sebaiknya mengikuti aturan pemerintah yang paling baru.

Buku dengan omzet terbesar adalah buku teks pelajaran utama, karena pasarnya sangat besar seluruh sekolah di Indonesia. Buku ini melalui proses seleksi dari pemerintah yang cukup ketat. Semua penerbit mempunyai peluang yang sama, akan tetapi penerbit yang misi dan visinya di buku pelajaran biasanya yang lebih siap.

Buku teks pendamping atau modul biasanya mempunyai pasar yang lebih kecil, akan tetapi sangat fleksibel pola pemasarannya. Tidak mustahil buku ini juga mempunyai omzet yang cukup besar juga disalurkan di proyek-proyek pemerintah.

Buku umum pasarnya paling kecil, karena outlet utama adalah di toko buku baik toko buku modern maupun tradisional.

Penerbit mayor mempunyai saluran pemasaran yang cukup banyak, atau disebut omni channel marketing sehingga selama pandemi bisa berkelit di saat yang sulit. Peserta PBM PGRI sebagai calon penulis dapat mencoba menawarkan semua tipe tulisan supaya peluang terbitnya menjadi lebih besar. Saat ini pasar buku sudah mulai bangkit lagi, akan tetapi produksi buku sudah terlanjur melambat. Akibatnya pada bulan-bulan ke depan, jumlah judul buku yang beredar di Indonesia akan mengalami penurunan akibat 2,5 tahun pandemi. Hal tersebut merupakan kesempatan karena pasar buku masih cukup menarik mengingat buku fisik masih menjadi andalan utama penerbit dalam mencari peruntungannya.

Penerbit adalah lembaga yang mencari profit dan mempunyai idealisme dalam menerbitkan bukunya sesuai dengan visi misinya. Penulis dapat mengikuti idealisme penerbit dalam menghasilkan buku yang akan dinikmati oleh pembacanya. Jadi, kirimkan usulan penerbitan buku, supaya ide penulis dapat ditangkap penerbit dan disebarluaskan ke pembaca.

Pada sesi tanya jawab terdapat pertanyaan-pertanyaaan yang jawabannya dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pada dasarnya sebuah terbitan hanya boleh di dalam satu penerbit saja. Oleh karena hak cipta ada pada penulis, maka penulis dapat menerbitkan edisi  selanjutnya ke penerbit lain dengan mencabut hak terbit penerbit pertama disebut pula mengalihkan hak terbit.
2. Novel adalah genre yang laku di toko buku dan proyek pemerintah. Novel yang bisa lolos di penerbit memang harus mempunyai tema yang kuat, terdapat unsur pendidikan, atau lokalitas daerah. Sebagai contoh Laskar Pelangi itu mengangkat lokalitas daerah. Negeri Lima Menara mengangkat dunia pesantren. dll.
3. Ada dua konsep yang berbeda dalam memproduksi buku yaitu mencetak dan menerbitkan buku, di mana keduanyaa mempunyai arti yang sangat berbeda. Mencetak buku, hanya akan memproduksi buku saja tanpa proses editing, setting, dan desain cover karena hal ini dilakukan oleh penulis sendiri. Menerbitkan buku, artinya menyerahkan naskah untuk diproses menjadi buku, ada proses editing, setting perwajahan buku dalam, perwajahan buku luar (cover) dan back cover.
4.    Penerbit akan melakukan seleksi dan kajian pemasaran buku untuk usulan naskah yang dikirimkan. Apabila diputuskan untuk terbit, maka penerbit akan membiayai penerbitan buku tersebut. Biasanya cetak buku kisarannya antara 1000-2000 eksemplar.
5.     Jumlah cetak saat ini minimal adalah 300 eksemplar, untuk mengantisipasi UU Perbukuan Tahun 2017 yang mensyaratkan terbitan harus tersebar luas di masyarakat. Hal ini menjadi syarat untuk dapat mengeluarkan ISBN dari perpusnas.
6.     Jumlah cetak 300 eksemplar digunakan Kemdikbudristek untuk memberikan hibah penulisan buku ajar untuk dosen. Kisaran hibah buku adalah 15jt-25 juta untuk produksi buku 300 eksempar, ukuran UNESCO (16x23 cm), font 12 point, 1 spasi.
7.     Kekurangan penerbit mayor adalah jumlah judul dan jumlah produksinya yang besar, serta saluran pemasaran yang beragam sehingga proses cukup lama dan rumit.
8.     Ada nomor pengganti ISBN yang disebut dengan GGKEY yang dikeluarkan oleh Google, sayang nomor ini belum diakui untuk mendongkrak angka kredit. GGKEY hanya berurusan dengan identifikasi buku yang akan dijual menggunakan platform GOOGLE.
9.     Trik yang paling mujarab memang Content is the King sehingga secara organik buku tersebut akan mandiri jualan sendiri. Tetapi memang seribu satu buku tersebut. Untuk mendongkrak penjualan biasanya penulis dapat menggunakan jurus klise ATM (Amati Tiru Modifikasi) dari buku-buku Best Seller. Terus rajin menulis berbarengan supaya nama kita bisa terdeteksi oleh Google, sehingga penerbit dapat meliriknya saat googling karena googling jejak digital calon penulis biasanya dilakukan oleh penerbit mayor.
10.  Menurut aturan UNESCO, ketebalan halaman sebuah buku adalah 40 halaman. Akan tetapi penerbit tidak menggunakan acuan tersebut, banyak buku anak 12 halaman yang laku. Buku 1000 halaman juga bisa laku jika memang sangat dibutuhkan pembaca. Buku Farmakope jumlah halamannya lebih dari 1000 akan tetapi banyak dicari oleh pembacanya yaitu dokter, ahli obat, farmasi, rumah sakit, perawat dll.

Penyampaian materi Menguak Dapur Penerbit Mayor diakhiri dengan closing statement bahwa pandemi tampak seperti ruang gelap tidak ada celah, akan tetapi jika kita menengadah ke atas, ternyata masih ada setitik cahaya yang dapat kita gunakan untuk penunjuk arah. Penerbit-penerbit saat ini masih berjuang untuk hidup, sehingga calon-calon penulis tidak perlu gundah karena tulisannya pasti akan berlabuh jika kita tekun dan tabah melihat cahaya petunjuk tersebut.

 Alhamdulillah….











 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

BLOG SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN

TEKNIK PROMOSI BUKU

Menjadikan Menulis Sebagai Passion